Selasa, 08 Mei 2018

Tantangan Membuat Busana Lurik

Semakin banyak munculnya brand yang menggunakan kain lurik, membuat Desainer khas kain lurik Lulu Lutfi Labibi angkat bicara.
Ia menjelaskan, tujuan awal saat dirinya memutuskan untuk merancang koleksi memakai kain lurik adalah hanya untuk meredifinisi kain tersebut agar 'naik kelas'.
Lulu pun melakukannya secara organik, yakni melalui kain lurik asli yang ditenun, bukan dengan mesin.
"Dari awal aku mengolah lurik kan sebenarnya pengen meredifinisi dari lurik itu sendiri, tapi ya aku menjalaninya secara organik," ujar Lulu, saat ditemui di Jakarta Fashion Week 2018, Senayan City, Jakarta Selatan, Selasa (24/10/2017).
Awalnya, ia tidak memiliki rasa tanggung jawab untuk mengangkat kain tradisional khas Indonesia itu.
"Maksudnya gini, waktu itu aku nggak ada rasa yang heroik, 'oh lurik itu harus diangkat', nggak ya," jelas Lulu.
Hal tersebut karena menurutnya, alasan mengapa dirinya memilih kain tersebut lantaran ia menyukai motif garis-garis.
Desainer khas kain lurik Lulu Lutfi Labib
"Karena alasan kenapa aku suka lurik, ya memang aku suka garis aja sebenernya," kata Lulu.
Halaman
12


Busana Lurik Masa Kini

Seiring dengan perkembangan dunia mode, banyak desainer yang memanfaatkan kain tradisional Indonesia seperti batik, tenun, dan lurik sebagai koleksinya. Berbicara tentang lurik, kain tersebut kini kembali eksis dan banyak dipakai oleh para pecinta mode, tidak terkecuali juga selebriti.

Awalnya, kain lurik digunakan untuk membuat pakaian pria saat menghadiri acara-acara adat tertentu. Lurik juga dipakai oleh prajurit keraton Yogyakarta hingga para supir andong. Namun kini oleh para percancang busana tersebut, lurik diolah menjadi busana siap pakai yang potongannya lebih kekinian dalam bentuk atasan, celana, rok, blazer, hingga dress.

Mengolah kain lurik menjadi busana modern, lantas adakah tantangan yang dialami para desainer? Desainer Lulu Lutfi Labibi mengungkapkan, tantangan terbesar yang dialaminya adalah mengolah lurik tersebut menjadi satu busana tanpa banyak menggunting kainnya.

"Sebisa mungkin saya tidak menggunting kain, palingan hanya bikin kerung lengan atau kerung leher saja. Menurut saya cara ini cukup bijaksana jadi kainnya tidak terbuang," paparnya saat dihubungi Wolipop, Selasa (29/3/2016).

Busana Lurik by Serat Creative

Lurik atau lorek dikenal sebagai kain dengan motif bergaris-garis kecil yang secara tradisional di Jawa kerap sebagai bahan dasar untuk membuat baju surjan.
Erviena Abubakar  , mengubah  bahan kain lurik semacam itu dia sulap menjadi aneka model pakaian perempuan yang unik dan kekinian.
Belum genap setahun ini, dengan mengusung label Serat by Sekarwana Artika , seorang ibu dari satu orang putri yang menetap di Yogya , , menyeriusi bisnis fesyen berbahan kain lurik.
Sebelum terjun berwirausaha, perempuan lulusan S1 Manajemen Informatika Universitas Gunadarma sempat 10 tahun bekerja bidang Food & Beverage di Amerika Serikat, dan delapan tahun di bidang pendidikan Sekolah HighScope.
"Saya resign rencananya mau melanjutkan sekolah. Awalnya untuk mengisi waktu karena memang saya suka menjahit dan mendesign pakaian saya sendiri, saya terpikir ingin punya usaha sendiri saja dulu. Saya mulai melirik untuk membuat baju wanita, khususnya (model) bolero dan outer " kata Dian kepada Warta Kota beberapa waktu lalu.
Dian mengatakan, ia memilih kain lurik yang mungkin orang bilang itu bahan kampungan atau ndeso. Tetapi, ia kreasikan dengan model yang kekinian juga dengan motif dan warna yang beragam dengan kombinasi batik dan lurik itu sendiri .
"Kalau ditanya istimewanya? Produk saya sangat istimewa karena saat saya berada di Yogyakarta, hanya tukang andong yang memakai lurik, tetapi saat saya buat secantik mungkin orang sudah tidak pernah berpikir lurik itu bahan ndeso. Karena bisa dipakai segala momen bisa, santai, atau resmi," kata Dian.
Saat merintis usahanya ini, Dian mengaku mengeluarkan modal Rp 1 juta. Ia membeli bahan kain lurik beberapa warna dari Yogyakarta dan Solo.
"Awalnya saya hanya posting di FB (Facebook) memperlihatkan betapa bangganya saya memakai lurik buatan sendiri. Tetapi malah komen yang didapat dan mulai pesanan berdatangan, dan mulai saya pun membuat IG (Instagram) dengan nama Lurikoe," kata Dian.
Saat ini Dian menghargai produk kreasinya kisaran Rp 250.000-Rp 400.000. "Untuk sekarang jualannya memang masih daring. Insya Allah kedepannya (buat butik). Tetapi sekarang ini orang-orang lebih suka belanja daring," kata Dian yang dalam sebulan omzet usahanya kisaran Rp 8 jutaan-Rp 10 jutaan.
"Belum banyak (omzet) Karena saya masih mengerjakan sendiri, satu hari saya bisa buat satu outer. Karena belum dapat penjahit yang sesuai dengan standard saya," kata ibu tiga anak itu.

Lurik, Dari Masa ke Masa

Lurik, Dari Masa ke Masa
Abstrak
"Indonesia dikaruniai keragaman suku bangsa yang masing-masing memiliki budayanya sendiri. Hal tersebut terlihat pula pada cara berpakaian yang tidak sama antara satu suku bangsa dengan suku bangsa lainnya, berbeda dalam gaya, bentuk serta bahan yang digunakan, kemudian menjadi ciri khas masing-masing daerah bersangkutan. Demikian halnya dengan masyarakat Jawa di Yogyakarta, memiliki pakaian tradisional yang khas, yaitu salah satunya lurik."

Lurik merupakan nama kain, kata lurik sendiri berasal dari bahasa Jawa, lorek yang berarti garisgaris, yang merupakan lambang kesederhanaan. Sederhana dalam penampilan maupun dalam pembuatan namun sarat dengan makna (Djoemena, Nian S., 2000). Selain berfungsi untuk menutup dan melindungi tubuh, lurik juga memiliki fungsi sebagai status simbol dan fungsi ritual keagamaan. Motif lurik yang dipakai oleh golongan bangsawan berbeda dengan yang digunakan oleh rakyat biasa, begitu pula lurik yang dipakai dalam upacara adat disesuaikan dengan waktu serta tujuannya.
Nama motifnya diperoleh dari nama flora, fauna, atau dari sesuatu benda yang dianggap sakral. Motif lurik tradisional memiliki makna yang mengandung petuah, cita-cita, serta harapan kepada pemakainya. Namun demikian saat ini pengguna lurik semakin sedikit dibandingkan beberapa puluh tahun yang lalu. Perajinnya pun dari waktu ke waktu mulai menghilang.

Lurik menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia (1997) adalah suatu kain hasil tenunan benang yang berasal dari daerah Jawa Tengah dengan motif dasar garis-garis atau kotak-kotak dengan warna-warna suram yang pada umumnya diselingi aneka warna benang. Kata lurik berasal dari akar kata rik yang artinya garis atau parit yang dimaknai sebagai pagar atau pelindung bagi pemakainya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990), lurik adalah kain tenun yang memiliki corak jalurjalur, sedangkan dalam Kamus Lengkap Bahasa Jawa(Mangunsuwito:20 02) pengertian lurik adalah corak lirik-lirik atau lorek-lorek, yang berarti garis-garis dalam bahasa Indonesia.
Dan berbagai definisi yang telah disebutkan di atas, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa lurik merupakan kain yang diperoleh melalui proses penenunan dari seutas benang (lawe) yang diolah sedemikian rupa menjadi selembar kain katun. Proses yang dimaksud yaitu diawali dari pembuatan benang tukel, tahap pencelupan yaitu pencucian dan pewarnaan, pengelosan dan pemaletan, penghanian, pencucuk-an, penyetelan, dan penenunan. Motif atau corak yang dihasilkan berupa garis-garis vertikal maupun horisontal yang dijalin sedemikian rupa sesuai warna yang dikehendaki dengan berbagai variasinya.
Tidak banyak ditemui tulisan mengenai kain tenun lurik. Hanya ada beberapa saja, antara lain yang ditulis oleh Nian S.Djoemena dalam bukunya yang berjudul Lurik, Garis-garis Bertuah. Dalam buku tersebut dijelaskan mengenai proses pembuatan kain lurik beserta alat yang digunakan. Selain itu, diuraikan pula mengenai macam macam motif lurik, makna, waktu pemakaian, dan fungsinya secara garis besar terutama dalam acara ritual keagamaan dan dalam upacara perkawinan. Lurik yang diuraikan dalam buku tersebut tidak hanya terbatas pada motif lurik Yogyakarta, ada pula motif Jawa Tengah dan Tuban, ada pula motif irip lurk yang terdapat di luar Jawa maupun Juan Indonesia. Namun, buku ini belum menjelaskan lebih lanjut mengenai perkembangan lurik saat ini dan usaha pelestariannya. Kain lurik merupakan kain tenun dengan motif garisgaris pada sehelai kain. Kata Lurik berasal dari bahasa Jawa yaitu lorek yang berarti lajur atau garis (Djoemena, Nian.S: 2000). Namun pakaian atau kain dengan motif lorek tidak dapat secara langsung disebut lurik, karena lurik harus memenuhi persyaratan yang berkaitan dengan bahan tertentu dan diolah melalui proses tertentu pula, mulai dari pewarnaan, pencelupan, pengkelosarf, pemaletan, peghanian, pencucukan, penyetelan, sampai pada penenunan, hingga nantinya menjadi kain yang slap dipakai. Motif kain lurik ternyata tidak hanya berupa garis-garis membujur saja, tetapi dalam perkembangannya kemudian, motif kotak-kotak sebagai hasil kombinasi antara garis melintang dengan garis membujur dapat dikategorikan sebagai lurik.


Tidak hanya berupa garis, motif kain lurik ada juga yang berupa kotak-kotak yang merupakan perpaduan dua garis vertikal dan horisontal yang pada kain tenun yang bercorak garis atau kotak saja, akan tetapi termasuk pula kain polos dengan berbagai warna, seperti merah dan hijau atau dikenal dengan nama lurik polosan. Seperti apa yang diungkapkan Dibyo bahwa "Sifat lurik yaitu: bahannya dari katun, gambar garis, tetapi kadang bikin kotak-kotak, ataupun polos. Meskipun polos, namanya tetap lurik."